2012年2月27日月曜日

Dengarkan nasehatnya tanpa melihat 'siapa' orangnya..

Pernah melihat atau mendengar seorang aktivis anti rokok yang menyuarakan"Jangan merokok!"? atau aktivis anti narkoba yang menyuarakan"Jauhi narkoba!"?. Tapi disatu sisi kita menangkap basah atau mengetahui ternyata orang yang menggembar-gemborkan suara itu ternyata adalah pelaku dari yang di"ANTI"kannya. Tidak hanya itu, statusnya pun bukan sebagai seorang mantan tapi masih sebagai pengguna aktif. Mengetahui kenyataan tersebut, saya yakin akan ada orang yang mencerca aktivis tersebut. Entah dikatakan sebagai pembohong, penjilat, atau sok-sokan dan lain-lainnya.

Mengatakan salah terhadap kesalahan yang jelas buktinya adalah suatu keharusan. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah cukup hanya dengan memvonis salah. Lantas bagaimana latar belakang kesalahan tersebut bisa terjadi, tidakkah kita juga perlu melakukan cross check fakta sebenarnya. Bukan bermaksud membenarkan kesalahan, paling tidak kita bisa tahu penyebabnya dan mengambil suatu counter measure langsung terhadap penyebabnya, tidak hanya dengan memvonis dan menghukum.

Bagi seorang aktivis yang dianggap mengkhianati perjuangannya, maka saya melihat ada satu sisi yang harus dicermati dengan seksama khususnya hal yang melatarbelakangi pengkhianatan tersebut. Ketulusan/keikhlasan adalah kunci dalam pembahasan pengkhianatan tersebut.

  1. Ketidaktulusan. Dengan bersandarkan pada ketidaktulusan, tentu pengkhianatan tersebut akan semakin ternodai dan sangat jelas motif dan akibat dari pengkhianatan tesebut.
  2. Ketulusan. Lantas bagaimana jika perjuangan tersebut dilandasi dengan ketulusan namun ada pengkhianatan didalamnya? Tentu kita harus menggali landasan pengkhianatan tersebut hingga kita tidak salah dalam memvonis.

Untuk yang nomor satu, sudah sangat jelas pengkhianatan tersebut adalah sesuatu yang memberatkan dan akan wajar jika vonis-vonis buruk disematkan kepada tersangkanya. Tapi untuk yang nomor dua tentu kita harus menelaah lebih dalam penyebab pengkhianatan tersebut. Pada kesempatan ini, saya akan mengangkat sebuah topik yang mungkin menjadi latar belakang pengkhianatan tersebut. "Candu/kecanduan" adalah salah satu latarbelakang yang mungkin menjadi penyebab pengkhianatan tersebut.
Pernahkah kita mengalami kecanduan terhadap sesuatu, khususnya terhadap hal-hal yang negatif. Kemudian bagaimana kita berusaha untuk bebas dari kecanduan tersebut? Tentu bukan hal yang mudah untuk menghilangkan kecanduan itu jika kita sudah sangat mencintai hal yang kita canduin tersebut. Ditengah usaha kita untuk bebas dari kecanduan, berapa kali kita harus terjatuh kembali kelubang candu tersebut. Ada yang dengan mudah bisa langsung bebas dari kecanduan, ada yang harus terjatuh kembali satu atau dua kali kelubang candu tersebut, tapi ada juga yang harus bolak-balik terjatuh kelubang yang sama untuk akhirnya bisa bebas.

Lalu apa hubungannya dengan pengkhianatan diatas? Ya, dari sini dapat ditarik sebuah garis penghubung, bahwasanya pengkhianatan tersebut tercipta dari sebuah kegagalan untuk bebas dari candu. Orang-orang yang berusaha keluar dari candu, maka ia akan berusaha membenci dan menjauhi hal-hal yang menjadikan kecanduan tersebut. Kebencian tersebut bisa lahir dan berwujud berupa penentangan-penentangan terhadap hal-hal yang dicanduinya, baik penentangan secara invidu maupun melalui suatu kelompok aksi aktivis. Namun ditengah aksinya menentang kecanduan yang dideritanya, adalah mungkin ia kembali terjatuh kedalam lubang yang sama. Hal ini mungkin karena selama aksi tersebut ia juga adalah seseorang yang berjuang untuk bebas dari candu tersebut.

Orang-orang ini berjuang untuk bebas dari candu dengan bersuara keras yang lantang menentang, hingga ia tidak pernah membenarkan kecanduan yang dideritanya. Maka untuk orang seperti ini, tidaklah pantas bagi kita untuk menyebutnya sebagai pengkhianat atau sebagai pembohong. Mereka memang salah dengan perbuatan candu tersebut, tapi kita juga harus mensupport perjuangan mereka untuk bebas dari kecanduan tanpa memojokkan mereka terus-menerus.

Marilah kita sedikit berangan-angan dan memposisikan diri kita seperti mereka. Sebagai contoh saja, bayangkanlah kita sebagai aktivis anti maksiat. Kita berjuang keras sepenuh hati untuk menentang segala bentuk kemaksiatan. Tapi suatu ketika aib kita terbuka berupa suatu perbuatan maksiat yang masih kita lakukan dan masih menjadi candu bagi kita. Kita menyadari kesalahan tersebut, dan berusaha keras memperjuangkannya agar tidak menjadi contoh bagi orang lain dengan di satu sisi tetap berusaha menghilangkan candu tersebut. Seandainya orang-orang malah menjauhi kita dan hanya memvonis salah tanpa mensuppot usaha kita untuk bebas dari candu tersebut, tentu ini bisa menurunkan semangat kita. Meskipun ada sebagaian dari kita yang bisa memanage vonis tersebut menjadi pemacu semangat untuk terus berjuang, tapi akan lebih baik lagi jika support yang kita dapatkan.

Untuk itulah kita harus belajar melihat apa arti suatu perjuangan itu dengan menitik beratkan pada apa yang diperjuangkan dan mensupport orang-orang yang berjuang didalamnya. Tidak hanya menilai siapa yang mempejuangkan saja, tapi harus kedua-duanya. Kalau perjuangan itu lahir dari ketulusan maka Insyaallah hasil yang didapatkan akan baik.

Benarlah suatu pernyataan,

"Dengarlah apa yang dinasehatkan buka melihat siapa yang menasehati"
"Seseorang yang memperjuangkan sesuatu untuk orang lain, mungkin sebenarnya ia memperjuangkan sesuatu itu untuk dirinya"

0 komentar:

コメントを投稿